Perempuan Dunia Bersatu Lawan Kekerasan dan Ketidakadilan
marihidupsehat – Gelombang solidaritas perempuan dari berbagai belahan dunia kembali menggema, menandai kebangkitan gerakan global melawan kekerasan, diskriminasi, dan ketidakadilan yang masih menimpa kaum perempuan hingga kini. Dari Jenewa, Nairobi, Jakarta, hingga Buenos Aires, ribuan aktivis turun ke jalan dan berbicara di forum-forum internasional, menuntut perubahan nyata dalam kebijakan dan budaya sosial yang masih timpang.
Aksi tersebut bertepatan dengan forum World Women’s Solidarity Summit 2025, yang diselenggarakan oleh UN Women dan dihadiri perwakilan dari lebih dari 80 negara. Forum ini menjadi ajang untuk memperkuat komitmen terhadap kesetaraan gender serta mendorong langkah konkret untuk menghapus segala bentuk kekerasan berbasis gender.
1. Gelombang Solidaritas Global
Di Jenewa, ribuan peserta dari berbagai latar belakang berkumpul membawa spanduk bertuliskan “Justice for Women Everywhere”. Aksi ini tidak hanya menjadi simbol perlawanan terhadap kekerasan fisik, tetapi juga terhadap penindasan ekonomi, sosial, dan digital yang masih membatasi ruang gerak perempuan.
Ketua UN Women, Phumzile Mlambo-Ngcuka, menegaskan bahwa perjuangan perempuan saat ini tidak lagi terpisah antarnegara. “Masalah perempuan di satu wilayah adalah cermin dunia. Ketika satu perempuan disakiti, seluruh perempuan ikut terluka,” ujarnya dalam pidato pembukaan.
2. Asia dan Afrika Jadi Fokus Utama
Dalam forum tersebut, wilayah Asia dan Afrika disebut masih menghadapi tantangan berat dalam hal perlindungan perempuan. Berdasarkan laporan UN Women 2025, 1 dari 3 perempuan di kawasan tersebut masih mengalami kekerasan berbasis gender, baik di ruang publik maupun domestik.
Di Indonesia, misalnya, Komnas Perempuan mencatat peningkatan laporan kekerasan daring terhadap perempuan sebesar 22 persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara di Kenya, masalah pernikahan anak dan akses pendidikan bagi remaja perempuan masih menjadi pekerjaan rumah besar.
“Pendidikan dan pemberdayaan ekonomi adalah senjata paling kuat untuk melawan kekerasan,” ujar Leymah Gbowee, peraih Nobel Perdamaian asal Liberia. Ia menegaskan bahwa pemberian ruang kepemimpinan kepada perempuan di tingkat komunitas adalah langkah awal menuju perubahan sistemik.
3. Suara dari Dunia Muslim
Di antara sorotan utama forum ini adalah peran perempuan dari negara-negara mayoritas Muslim. Delegasi Indonesia, Mesir, dan Maroko menyuarakan pentingnya interpretasi progresif terhadap nilai agama agar tidak digunakan sebagai pembenaran atas ketimpangan gender.
Perwakilan Indonesia, Dr. Alissa Wahid, menyampaikan bahwa perempuan Muslim memiliki potensi besar dalam memperjuangkan keadilan tanpa harus menanggalkan identitas keagamaannya. “Kesetaraan bukan berarti menyerupai laki-laki, tapi memastikan setiap manusia dihargai martabatnya,” tegasnya.
4. Kampanye Digital Meluas
Selain aksi fisik, gerakan perempuan kini juga marak di ruang digital. Tagar #WomenUnite2025 menjadi tren global di platform X dan Instagram, dengan lebih dari 10 juta unggahan dalam dua hari. Unggahan tersebut menyoroti pengalaman pribadi korban kekerasan, kisah keberhasilan perempuan pemimpin, serta ajakan untuk menghentikan budaya diam (culture of silence).
Menurut analis media sosial Claire Dupont dari Digital Equality Watch, kampanye digital memainkan peran besar dalam mengubah persepsi publik. “Narasi yang dulunya tabu kini menjadi percakapan terbuka. Dunia maya telah menjadi ruang aman bagi banyak perempuan untuk bersuara,” katanya.
5. Harapan untuk Dunia yang Lebih Adil
Forum ini ditutup dengan deklarasi bersama bertajuk “Women for Justice and Equality”, yang berisi 10 poin komitmen global. Isinya mencakup peningkatan perlindungan hukum, pendanaan bagi lembaga pemberdayaan perempuan, hingga komitmen negara untuk melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan politik.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyampaikan dukungannya melalui pesan video. Ia menegaskan bahwa dunia tidak akan mencapai perdamaian dan kemajuan tanpa keadilan bagi perempuan. “Setiap langkah kecil menuju kesetaraan adalah langkah besar bagi kemanusiaan,” ujarnya.
Sementara itu, di Jakarta, aksi damai juga digelar di kawasan Bundaran HI, menandai solidaritas Indonesia terhadap perjuangan global ini. Para peserta membawa bunga, lilin, dan poster bertuliskan “Kami Tidak Akan Diam Lagi”.
